RSS

Arsip Bulanan: Mei 2008

LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN)


LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN)

 

Oleh : Bayu Pramutoko,SE

(Dosen Fakultas Ekonomi Univ. Islam Kadiri)

A. DEFINISI PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN

Pimpin   artinya   bimbing,   tuntun.   Memimpin   artinya ‘membimbing, menuntun dan menunjukan. Pemimpin atau leader ; ialah orang yang memimpin atau seseorang yang mempergunakan wewenang dan mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Beberapa ahli tentang pemimpin, di antaranya :

a.      Menurut Herbert A Simon. Pemimpin adalah seorang yang dapat mempersatukan orang-orang dalam mengejar suatu tujuan.

b.      Menurut Prof Dr H Arifin Abdurrahman. Pemimpin adalah orang yang dapat menggerakkan orang-orang yang ada di sekelilingnya untuk mengikuti jejak pemimpin itu.

 

Kepemimpinan   adalah   kata   benda   dari   pemimpin. Kepemimpinan mempunyai beberapa pengertian, di antaranya :

a.       Cara seorang pemimpin mempengaruhi prilaku bawahannya agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

b.      Seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang-orang yang ada di sekelilingnya.

c.       Seni untuk mengkoordinasikan dan memberi motivasi kepada individu dan kelompok guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dan sukses tidaknya seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya,  tidak  terutama   ditentukan  oleh  tingkat keterampilan tehnis (technical skills) yang dimiliknya, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh keahliannya menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik (managerial skills). Dalam hubungan ini perlu ditekankan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional, tetapi mengambii keputusan, menentukan kebijaksanaan dan menggerakan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan.

Jika demikian halnya, maka setiap orang yang disebut pemimpin harus selalu berusaha untuk memiliki sebanyak mungkin sifat-sifat kepemimpinan yang baik, karena seorang pemimpin tidak seharusnya dan memang tidak pemah beroperasi dalam suasana vakum. Artinya, kepemimpinan di dalam suatu organisasi hanya efektif jika kepemimpinan itu diterima oleh orang lain yang disebut bawahan.

B. FUNGSI  UTAMA PEMIMPIN

Menurut Drs. Ngalim Purwanto , yaitu:

1. Pemimpin sebagai pelaksana.

2. Pemimpin sebagai perencana.

3. Pemimpin sebagai seorang ahli.

4. Mewakili kelompok dalam tindakan ke luar.

5. Mengawasi hubungan antar anggota kelompok.

6. Bertindak sebagai pemberi ganjaran dan hukuman.

7. Bertindak sebagai wasit dan penengah.

8. Pemimpin sebagai lambang daripada kelompok.

  9. Pemimpin sebagai pemegang tanggungjawab para anggota kelompok.

C. SIFAT-SIFAT PEMIMPIN YANG BAIK DAN IDEAL

1. Memiliki kondisi fisik yang sesuai dengan tugasnya. Tugas kepemimpinan tertentu menuntut sifat kesehatan tertentu pula.

2.Berpengetahuan luas. Berpengetahuan luas tidak  selalu diidentikan dengan berpendidikan tinggi. Ada sekelompok orang yang meskipun pendidikannya tinggi tetapi pandangannya masih sempit, yaitu tidak terbatas pada bidang keahliannya saja.

3. Mempunyai keyakinan bahwa organisasi akan berhasil mencapai lujuan   yang   telah   ditentukan   melalui   dan   berkat kepemimpinannya. Kepercayaan pada diri sendiri merupakan modal yang sangat besar dan penting artinya bagi pemimpin.Tanpa keyakinan itu dalam tindakannya akan kelihatan ragu-ragu.

4. Memiliki stamina (.daya kerja) dan etos kerja yang tuntas. Pemimpin tidak mengenal lelah, dengan sikap ini pekerjaan yang rutin tidak menjadikan pemimpin semakin lemah tetapimenjadikannya semakin gigih karena kreativitasnya senantiasa ditantang.

5. Gemar dan cepat mengambil keputusan. Karena tugas terpeming dan seorang pemimpin adalah untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan oleh orang lain, maka ia harus mempunyai keberanian mengambil keputusan dengan cepat, terutama dalam keadaan darurat yang tidak dapat menunggu.

6. Obyektif dalam arti dapat menguasai emosi dan lebih banyak mempergunakan rasio. Seorang pemimpin yang emosional akan kehilangan obyektifitasnya karena tindakannya lidak didasarkan pada akal sehat.

7. Adil dalam memperlakukan bawahan. Yang dimaksud dengan “keadilan” di sini. ialah kemampuan memperlakukan bawahan atas dasar kapasitas kerja bawahan itu, terlepas dari pandangan kedaerahan, kesukuan, ikatan keluargan dan lain sebagainya.

8. Menguasai prinsip-prinsip human relation. Karena human relation adaiah inti kepemimpinan, maka seorang pemimpin yang baik harus   dapat   memusatkan   perhatian,   tindakan   dan kebijaksanaannya kepada pembinaan kerja tim yang intim dan harmonis.

9. Menguasai teknik-teknik berkomunikasi. Berkomunikasi dengan pihak lain dan bawahan. sesama atasan dan pihak luar baik lisan maupun tulisan sangat penting karena melalui saluran-saluran komunikasilah instuksi, nasehat, saran, ide dan lain-lain disampaikan.

10. Dapat dan mampu bertindak sebagai penasihat, guru dan kepala terhadap bawahannya tergantung atas situasi dan masalah yang dibadapi.

11. Bersikap kritis dan ingin tahu banyak. Kendati demikian seorang pemimpin tidak hanya memberikan kritiknya saja tetapi harus disertai dengan solusinya (thorikul kholas), di samping mau mengkritik dan mengoreksi, ia juga harus mau dikritik dan dikoreksi.

12. Kecepatan dan ketepatan. Tidak menunda-nunda pekerjaan,karena menunda pekerjan berarti melamar kegagalan.

13.Disiplin yang tinggi. Kerja seorang pemimpin tidak setengah-setengah dan tidak mengangap enteng setiap tugas yang dipercayakan kepadanya.

14. Menguasai aspek internal dan ekstemal. Yang dimaksud internal di sini seorang pemimpin harus mau melimpahkan kewenangan pada staf/bawahannya. Aspek ekstemal ialah pemimpin mampu menilai suasana di luar lingkungan, apakah senang atau tidak kepadanya.

D. TIMBULNYA PEMIMPIN YANG BAIK

Mengenai timbulnya seorang pemimpin o]eh para ahli teori kepemimpinan telah dikemukakan beberapa teori yang berbeda-beda. Namun demikian apabila berbagai teori itu dianalisa akan terlihat adanya tiga teori yang menonjol.

1. Teori Genetis

    Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan. Teori ini berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan (leaders are born). Dalam keadaan yang bagaimanapun seorang ditempatkan, karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, satu kali kelak ia akan muncul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong kepada pandangan yang fatalistis dan deterministis.

2. Teori Sosial

         Merupakan kebalikan inti teori genetis. Teori ini berpendapat bahwa pemimpin itu dibentuk dan ditempa (leaders are made). Teori ini menganut paham egalitarianistik, oleh karenanya para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.

3. Teori Ekologis

          Karena kedua teori di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi kepada kedua teori tersebut timbullah teori ketiga yang disebut teori ekologis yang pada intinya berarti bahwa seorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik bila ia pada waktu  lahimya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat-bakat itu kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki itu.

E. TIPE-TIPE PEMIMPIN

Meskipun belum terdapat kesepakatan bulat tentang tipologi kepemimpinan. Namun ada enam tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya secara luas. Enam tipologi tersebut ialah

1. Tipe Otokratis

      Seorang pemimpin yang otokratis ialah seorang pemimpin yang :

a.     Menganggap organisasi sebagai milik pribadi.

b.    Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.

c.     Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata.

d.    Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat.

e.     Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya.

f.      Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum)

2. Tipe Militeristis

     Seorang pemimpin yang bertipe militeristis memiliki sifat-sifat:

a.     Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya.

b.    Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan bawahannya.

c.     Senang kepada formalitas yang beriebih-lebihan.

d.    Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan.

e.     Sukar menerima kritikan dari bawahan.

f.   Menggemari upacara-upacara untuk berbagai acara dan keadaan.

3. Tipe Paternallstis

Seorang pemimpin yang patemalistis ialah seorang yang :

a.       Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.

b.       Bersikap terlalu melindungi.

c.       Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif.

d.       Jarang i-nemberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.

e.       Sering bersikap maha tahu.

4. Tipe Kharismatis

Hingga kini para pakar belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma. yang diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).

 

5. Tipe Laissez Faire

Seorang pemimpin yang bertipe laissez faire adalah seorang yang bersifat :

a.     Dalam memimpin organisasi biasanya mempunyai sikap yang permisif. dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan bisikan hati nuraninya asal saja kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisasi tetap tercapai.

b.    Bahwa pada umumnya organisasi akan berjaian lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang dicapai dan tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota.

c.     Seorang pimpinan yang tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional.

d.    Seorang pemimpin yang cenderung memilih peranan pasif dan membiarkan organisasi berjaian dengan sendirinya tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi berjalan.

Pemimpin yang bertipe ini sering dianggap sebagai seorang penumpin yang kurang memiliki rasa tanggungjawab yang wajar terfiadap organisasi yang dipimpinnnya.

6. Tipe Demokratis

        Untuk tipe pemimpin demokratis adalah yang bersifat:

a.     Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah mahluk yang termulia di dunia. Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya.

b.    Senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahannya.

c.     Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan.

d.      Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya.

e.       Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

f.      Para bawahannya dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.

Kepemimpinan tipe ini adalah kepemimpinan yang ” Menerapkan empat gaya kepemimpinan berdasarkan ukuran/persepsi tentang kemauan dan kemampuan orang yang dipimpin. Empat gaya tersebut adalah:

a.         Instruksi, untuk bawahan yang tingkat kemauan, kemampuan, keyakinan dan pengetahuannya rendah atau tidak ada sama sekali.

b.        Konsultasi, untuk bawahan yang kemampuannya rendah tetapi kemauannya tinggi. Cara ini dengan mengarahkan, mendukung dan melakukan komunikasi dua arah.

c.         Partisipasi, untuk hawahan yang kemampuan. pendidikan, pengetahuan dan pengalamannya tinggi tapi motivasi dan keyakinannya rendah. Model inj adalah penerapan gaya kepemimpinan dengan mendukung dan saling tukar ide tanpa mengarahkan.

d.        Delegasi, untuk bawahan yang tingkat kematangannya tinggi, kemauan dan kemampuannya dapat diandalkan. Model ini tidak berarti pemimpin tidak bertanggungjawab, tetapi mengajarkan kepada bawahan bagaimana caranya bertanggung jawab.

F. PEMIMPIN FORMAL DAN INFORMAL

Selain tipe kepemimpinan juga terdapat jenis kepemimpinan. Jenis kepemimpinan ada dua macam, pemimpin formal (formal leaders) dan pemimpin informal (informal leaders).

1.      Pemimpin formal : Orang yang secara resmi diangkat dalam jabatan kepemimpinan, diatur dalam organisasi secara hierarki dan tergambar dalam suatu bagan yang tergantung dalam tiap-tiap kantor. Pemimpin ini sering dikenal dengan sebutan “kepala

2.      Pemimpin informal : Seorang yang karena latar belakang pribadi yang kuat mewarnai dirinya. memiliki kualitas subyektif atau obyektif yang memungkinkannya tampil dalam kedudukan di luar struktur organisasi resmi namun ia dapat mempengaruhi kelakuan dan tindakan suatu kelompok masyarakat, baik dalam arti positif maupun negatif. Dalam Islam pemimpin informal adalah Ulama, Ustadz ,Kyai, atau tokoh masyarakat.

Eksistensi pemimpin informal turut memainkan peranan dalam proses perkembangan sosial dan turut membantu membentuk sejarah. Mutlak dapat dipungkiri juga, terkadang pemimpin formal acapkali “membutuhkan bantuan atau restu pemimpin informal dalam ‘menjalankan roda organisasinya. Hal itu mutlak dilakukan oleh Pemimpin formal karena pemimpin informal memiliki basis massa yang kuat dan mengakar.

 

********

 
6 Komentar

Ditulis oleh pada Mei 16, 2008 inci Tak Berkategori

 

Kepemudaan Dan Keorganisasian


KEPEMUDAAN DAN KEORGANISASI

Oleh : Bayu Pramutoko, SE,MM

 

Berbicara mengenai dinamika pemuda atau remaja, adalah dengan melihat perkembangan tingkah-tingkah laku Pemuda/remaja, perkembangan yang lebih terarah dapat dipergunakan pada tujuan-tujuan hidupnya kelak, akan tetapi sifat yang dinamis itu dapat menemukan penghalang yang mengakibatkan adanya tingkah laku, di luar kehormatan atau bersifat pathologis. Pandangan ini mengandung pengertian bahwa tingkah lakunya dapat dibina dan dituntun kearah perkembangan yang dianggap paling bernilai di dalam masyarakat.

Beberapa bahasan tentang pemuda dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu diantaranya adalah :

A. Pemuda/Remaja Sebagai Aspek Kultural dan Indivudual.

Konsepsi yang lebih bersifat politis di Indonesia pada umumnya menentukan batas umur pemuda (misalnya dalam organisasi gerakan pemuda) “antara 15 sampai 35 tahun hingga 40 tahun “.  Akan tetapi konsepsi serupa ini tidak akan membawa kita lebih maju dalam usaha memahami pemuda dari sudut perkembangannya. Untuk periodisasi perkembangan itu secara psychologis pedagogis diperlukan pertimbangan-petimbangan yang lain.

Dalam membahas kedudukan pemuda/remaja di tengah-tengah masyarakat dalam era melenium seperti sekarang ini, pandangan resmi dari pandangan para ahli psikologi mengenai sifat golongan pemuda (15—35 tahun) itu antara lain adalah demikian:

“…….manusia mengalami kejadian psychologis yang penting yakni pada  masa  transisi  manusia meninggalkan  masa ke kanak-kanakan dan mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua. Masa   transisi  ini   terdiri   atas beberapa periode; periode-periode yang terkenal seperti periode Prae-oubertet, pubertet sebenarnya dan post-pubertet. ”

Sifat-sifat permulaan  dalam periode-periode tersebut diatas ialah munculnya keinginan menunjukkan sikap-sikap berani, ingin diperhatikan orang, yang sebenarnya sifat-sifat tersebut pada permulaan hanya merupakan sifat yang demonstratif unuk menyembunyikan kegelisahan-kegelisahan yang belum dikenalnya.

Sikap-sikap ini dikemudian menjadi sempurna setelah ia dapat menemui dirinya sendiri, menemui harga kehidupan dan membuat percobaan dengan harga ini serta hasrat untuk segera masuk ke dalam masyarakat dan mengenal kebudayaan.

Pada masa ini anak muda berusaha mendapatkan status sebagai manusia; ada kecenderungan untuk berusaha kearah emansipasi dengan melepaskan taraf ke kanak-kanakan di mana ia senantiasa harus tunduk kepada kehendak orang tua, karena dianggap rendah dalam umur, pengalaman dan kecakapan.

Perkembangan yang besar secara physis, intelektual dan emosional memberikan kepadanya dasar-dasar yang kuat untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam banyak lapangan, yang menjadi daya kritis dengan semakin banyak minat kepada soal-soal teoritis.Semakin berkembang pengertian serta penghargaan nilai-nilai semakin terbentuklah pandangan hidup serta cita-cita yang ingin dikejarnya dengan disertai kegiatan-kegiatan sosial, yang kini tidak lagi terbatas pada lingkungan rumah dan sekolah semata-mata. Dalam periode masa muda, sifat-sifat yang berani bertambah dengan sifat-sifat yang dinamis, revolusioner, radikal dan kritis. Sifat kepemudaan sudah lebih positif.

Remaja adalah masa kematangan atau kedewasaan. Masa ini merupakan masa yang paling rawan dalam kehidupan manusia. Anak muda mempunyai tingkat emosional yang sangat tinggi serta mudah terpengaruh oleh segala sesuatu yang didengar dan disaksikan. Oleh karena itu, krisis remaja pada saat ini lebih kompleks dan lebih rawan.

Harapannya adalah pada masa mendatang mereka akan menjadi tiang masyarakat dan memegang tanggung jawab di dalamnya. Remaja adalah pemindah warisan dan kejayaan dari generasi tua ke para remaja atau dari bapak ke cucu. Kalau suatu masyarakat merasa rugi karena generasi mudanya telah rusak, maka masyarakat itu telah kehilangan eksistensinya.

B. Permasalah Pemuda/remaja :

         Krisis Sosial / Lingkungan

                  Lingkungan sosial remaja sangat mempengaruhi pembentukan jiwa, tujuan, prinsip, dan sebagainya. Apabila lingkungan telah mengajarkan mereka untuk berbuat menyimpang, maka perbuatan menyimpang tersebut akan menjadi suatu kebiasaan. Dan apabila lingkungan mengajarkan mereka untuk berbuat baik meraka tidak akan terbiasa dan tidak akan bisa untuk berbuat menyimpang. Sehingga sangat kecil kemungkinan bagi mereka yang telah diajarkan oleh lingkungannya tentang menghadapi kerasnya hidup yang pernah masalah, dan menyelesaikannya untuk lari dari masalah mereka ( frustasi ) dan berakibat melakukan aktivitas yang terlarang, seperti mengkonsumsi minuman keras dan narkoba sebagai palariannya. Karena mereka terlalu tegar untuk dirapuhkan.

         Krisis Iman dan Taqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa

Keimanan dan ketaqwaan seorang remaja sangat mempengaruhi jalan pikiran, tujuan prinsip dan perilaku mereka. Remaja yang selalu beribadah tetapi imtaqnya kurang maka remaja itu masih mudah rapuh. Berbeda dengan remaja yang beribadah dengan ikhlas dan memilih kualitas imtag yang tinggi, dia akan memiliki pengendali diri ( self controlling ) yang kuat menahan dirinya untuk tidak terjerumus pada narkoba, karena dengan imtagnya dia akan menjadi tegar dan berpondasi kuat.

C. Interaksi Sosial Menjelang Dewasa.

Persoalan-persoalan yang penting dalam pertumbuhan seorang pemuda/remaja menjelang dewasa adalah:

1. Pemuda Secara Pribadi dan Masalah Penyesuaian.

Pembicaraan mengenai soal-soal penyesuaian. Agaknya antara lain hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa perubahan syarat-syarat hidup itu selalu meminta kemampuan dari setiap individu untuk menyesuaikan diri sehingga masalah penyesuaian diri menjadi satu masalah yang serius bagi manusia yang tengah berkembang itu.

Dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan mereka, minat-minat tertentu dapat dikembangkan dan minat-minat yang lain dapat diadakan. Malahan dengan pengalaman dan pengeta­huan baru itu, dapat ambil minat-minat yang baru pula. Nampaknya ada hubungan yang erat antara jenis-jenis minat dengan taraf kematangan seseorang. Pada masa awal, minat umumnya bersifat sangat pribadi dalam arti kata sangat berpusat pada Aku seorang remaja. Tetapi kemudian akan tampak bahwa dengan makin dewasa, minat akan berkembang ke arah sifat sosial. Hal ini nampak baik di dalam kalangan pemuda-pemuda Indonesia maupun di kalangan pemuda-pemuda di luar negeri yang memiliki sifat kebudayaan yang berlainan. Minat bergantung pada pengalaman, tetapi tidak ditentukan olehnya saja sebab sifat-sifat pribadi ikut pula menentukan perkembangannya. Malahan per­kembangan fisik dan pengaruh-pengaruh kelenjar tubuhnyapun dapat mempengaruhi minat seseorang.

Kematangan jiwanya dari tahun ke tahun memperlihatkan perhatian yang mahir  pada kaidah-kaidah sosial dan nilai-nilai kesusilaan yang terdapat dalam masyarakat orang dewasa. Sehingga makin mendekatkan mereka pada taraf kedewasaan makin kokoh dan stabil pula minat-minat mereka terhadap soal-soal tertentu. Umumnya, minat-minat mereka disesuaikan hampir-hampir “dengan sendirinya” dengan norma-norma sosial. Hanya di dalam situasi tertentu di mana seorang pemuda menghendaki sesuatu bentuk yang menyimpang dari norma sosial, barulah mulai timbul persoalan yang serius bagi pemuda/remaja itu sendiri. Keadaan serupa ini dapat menimbulkan situasi konflik yang sangat mempengaruhi sikap dan perbuatan mereka.

Sikap sebagai sebuah bentuk perkembangan, adalah penting sekali di dalam menentukan perbuatan seseorang, oleh karena unsur-unsur penting di dalam sikap mencakup sifat-sifat seperti taraf pengetahuan prasangka, pandangan-pandangan terpola, kecenderungan-kecenderungan serta perasaan-perasaan tertentu mengenai setiap hal, baik di dalam arti yang positif maupun negatif.Prasangka-prasangka yang tertanam sedemikian awal itu nampak kemudian sangat besar pengaruhnya terhadap proses pembentukan Konsep-Aku pada pemuda/remaja.

Secara umum, aspek kepribadian di bidang sikap ini dapat dikatakan lebih bersifat idealistis daripada bersifat realistis. Hal ini menimbulkan kecenderungan mereka untuk – bila diper­lukan — tidak mengikuti “cara” orang dewasa yang usang”. Hanya di dalam hal-hal yang bersifat intelektuil nampak bahwa adolesen lebih mudah berpedoman pada pandangan-pandangan orang dewa­sa, dan bersedia untuk mengikuti sebanyak mungkin.

Sikap-sikap penyesuaian diri para pemuda selanjutnya berkaita dengan :

a.       Pemuda/remaja dengan Keluarga

b.      Pemuda/remaja dengan sesame pemuda

c.      Pemuda/remaja dengan masyarakat.

2. Pemuda/remaja di Persimpangan Jalan

Makin hari makin ramai dibicarakan orang gejala meningkatnya kenakalan atau kejahatan remaja. Sebagian cenderung mempersalahkan sekolah yang gagal menjalankan fungsinya, seba­hagian lagi menyalahkan orangtua (terutama dari apa yang disebut golongan “elite”), sebagian lagi menyalahkan kebudayaan Barat. Ada pula yang menyalahkan pemuda itu sendiri. Bilamana dapat diketahui dengan lebih pasti jumlah dan jenis kenakalan atau keja­hatan yang dilakukan oleh para remaja, kita akan lebih tertegun.

Kejahatan kanak-kanak adalah pengertian juridis, yang menetapkan batas umur tertentu dimana seorang remaja dihadapkan pada pengadilan kanak-kanak bila ketahuan berbuat salah. Pengertian ini terbatas sekali sifatnya sebab tidaklah mempersoalkan kenakalan-kenakalan atau bentuk-bentuk protes yang dimanifestasikan oleh para pemuda dengan tidak usah merupakan sesuatu kejahatan (ditinjau dari ketertiban umum). Kenakalan pemuda sebagian besar adalah persoalan psychologis dan biososial.

Secara populer terdapat pula pendapat bahwa para pemuda yang tergolong nakal pada umumnya adalah pemuda-pemuda yang bertingkat inteligensi rendah. Tetapi penyelidikan-penyelidikan tidak membuktikan kebenaran pendapat tersebut. Kejahatan kanak-kanak terdapat di kalangan pemuda yang berinteligensi agak rendah maupun di kalangan muda yang memiliki inteligensi cukup tinggi. Penyelidikan-penyelidikan tersebut selanjutnya tidak dapat membenarkan pendapat bahwa memang terdapat jenis kelompok manusia tertentu yang mempunyai sifat-sifat kelompok jahat.Akan tetapi di dalam kenyataan sehari-hari memang dapat terjadi bahwa kasus-kasus yang dihadapi oleh petugas-petugas hukum dan oleh para pendidik akan banyak terdiri dari mereka yang tidak tergolong cerdas.

Di dalam keadaan serupa ini, adalah tugas masyarakat untuk menyusun rencana-rencana kegiatan “lingkungan ketiga” (yaitu di dalam masyarakat sendiri, sesudah keluarga dan sekolah) yang bernilai edukatif dan rekreatif. Banyak kegiatan sosial yang dapat dilakukan oleh para pemuda, dan yang akan dilakukan oleh mere-ka dengan kegairahan, bilamana saja penyusunan program itu benar-benar berorientasi pada tahap-tahap perkembangan pemuda.

Organisasi pencinta alam, organisasi kepanduan, kegiatan-kegiatan ilmiah regu-regu kesejahteraan sosial, olahraga dan kesenian, dan banyak lagi ternyata selalu menarik perhatian mereka untuk mereka jadikan bidang-bidang eksplorasi membentuk pribadi dan menemukan identitas mereka.

II. ORGANISASI DAN MANAJEMEN

Banyak pertanyaan yang sering muncul ketika kita masuk atau mengikuti kegiatan sebuah organisasi diantaranya :

1.      Motivasi Apa saya masuk organisasi ?

2.      Apa dan bagaimana itu Organisasi ?

3.      Siapa saja didalam organisasi ?

4.      Apa yang kita lakukan di Organisasi ?

5.      Apa dan bagaimana itu management ?

6.      Apa pula management organisasi

Motivasi adalah dorongan seseorang untuk melakukan tindakan atau perbuatan, sehingga seseorang tentunya memiliki dorongan dalam dirinya untuk masuk sebuah lembaga atau oraganisasi diantaranya :

a.       Fisiologis yaitu mencari kebutuhan hidup

b.      Kasih sayang yaitu dorongan untuk bergaul dengan individu lainya

c.      Pengakuan yaitu dorongan karena dia ingin diakui

d.      Penghargaan yaitu dorongan karena dia ingin dihargai kemampuannya.

e.      Aktualisasi diri yaitu dorongan dia karena ingin memperluas wawasan.

 

  

A. PENGERTIAN ORGANISASI

            Menurut Indriyo G.S dan Nyoman Sudita “ Organisasi adalah suatu system yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan

            Organisasi yaitu orang – orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang dilakukan berdasar atas suatu aturan tertentu dan penjabaran fungsi pekerjaan secara formal.

B. Tujuan dan Manfaat

a.    Secara umum

Agar proses pekerjaan tercapai dengan cara diatur, disusun sehingga seluruh pekerjaan dapat diselesaikan secara efktif dan efisien.

b.   Secara khusus

1.     Bidang agama                       5. meningkatkan pendidikan moral dan iman.

2.     Bidang sosial                       6.  kemanusiaan

3.     Bidang ekonomi                  7. mencari laba

4.     Bidang politik                      8.  mencari kekuasaan

c. Manfaat yang diharapkan adalah agar pelaksanaan tugas dilakukan lebih baik terkoordinir dan tujuan serta jalannya pekerjaan tercapai secara efektif dan efisien.

C.    Asas / prinsip organisasi

1.   Asas / prinsip perumusan dan penentuan tujuan

2.   Asas / prinsip pembagian kerja

3.   Asas / prinsip pendelegasian wewenang

4.   Asas / prinsip organisasi

5.   Asas / prinsip efisiensi sederhana

6.   Asas / prinsip pengawasan umum

D.    Struktur Organisasi

1.   Struktur Organisasi Garis

                       Digunakan pada perusahaan / lembaga yang sederhana / kecil

2.   Struktur Organisasi Fungsional

            Susunan organisasi yang memberikan gambaran pembagian tugas dan wewenang menurut fungsi pekerjaan    

 

III. PENGERTIAN MANAGEMEN SECARA UMUM

Managemen yaitu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan. Kegiatan : perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengendalian / pengawasan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan melalui pemanfaatan SDM dan sumber daya lainnya.

A. MANAGEMEN SEBAGAI ILMU DAN SENI

1.      MANAGEMEN SEBAGAI ILMU

Diartikan sebagai upaya pencapaian tujuan dengan pendekatan, menjelaskan fenomena, gejala,  dan mentransformasikan dan mengidentifikasikan berdasar kaidah ilmiah.

Ciri – ciri  :

(1).  Prinsip – prinsip managemen dapat dipelajari

(2).  Pengambilan keputusan didekati dengan kaidah ilmiah

(3).  Obyek dan sarana sebagian elemen bersifat materi

2.      MANAGEMEN SEBAGAI SENI

Diartikan sebagai pendekatan pencapaian tujuan lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan pribadi, bakat, karakter pelaku managemen.

Ciri – ciri  :

(1).  Keberhasilan pencapaian tujuan dipengaruhi oleh sifat dan bakat

(2).  Dalam proses pencapaian tujuan melibatkan unsur naluri, perasaan dan intelektual

(3). Faktor yang menentukan keberhasilan dalam pekerjaan adalah kekuatan pribadi yang kreaif ditambah skill.

B. FUNGSI – FUNGSI MANAGEMEN

       Fungsi manager dalam managemen secara menyeluruh  :

(1).Planing atau perencanaan

        Merencanakan kegiatan yang hendak dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(2).Organising atau pengorganisasian

        Menyusun, menentukan, menetepkan, jenis tugas dan kewajiban setiap fungsi.

(3).Staffing atau penyusunan staf

        Penyusunan dan penetapan serta pengembangan meliputi kegiatan mulai merekrut pegawai, usaha memanfaatkan, mengembangkan sampai mendayaguna secara maksimal.

(4).Directing atau pengarahan

        Memberikan komando, mengerakkan dengan memberi perintah, juga memberikan kepemimpinan kepada bawahan supaya dapat melaksanakan tugas secara efektif dan efisien.

(5).Coordinating atau pengkoordinasian

        Yaitu mengkoordinir seluruh pekerjaan diantara pekerjaan yang satu dengan yang lain merupakan totalitas.

(6).Controlling atau pengawasan

        Usaha untuk memberikan penilaian, koreksi, evaluasi atas semua kegiatan dan secara terus – menerus melakukan monitoring baik pekerjaan yang sedang dilakukan ataupun pekerjaan yang sudah dilakukan.

 

C. Efektifitas Individu, Kelompok, dan Organisasi

            Efektifitas dapat diartikan sebagai sebuah prestasi (perfomance) Individu, Kelompok, dan organisasi. Semakin berprestasi seseorang, Kelompok ataupun  organisasi, semakin menunjukkan efektivitasnya. Analisis terhadap perilaku Organisasional (organizational befavior) terdiri dari tingkatan (level) yaitu Individu, Kelompok, dan organisasi.

Perspektif Terhadap Efektifitas è dapat diidentifikasi menjadi efektifitas Individu,kelompok, dan organisasi.    Penyebab Efektifitas è tidak lain adalah adanya Individu, Kelompok, dan organisasi. Seperti ditunjukkan pada gambar  berikut ini

 

Efektifitas Individu

·      Kemampuan

·      Keahlian

·      Pengetahuan

·      Sikap

·      Motivasi

·      Stres

 

Efektifitas  kelompok

·      Keakraban

·      Kepemimpinan

·      Struktur

·      Status

·      Peranan

·      Norma

 

Efektifitas  Organisasi

·      Lingkungan

·      Teknologi

·      Pemilihan

·      Strategi

·      Struktur

·      Proses

·      Kultur

                                                                                                                                                            Keterangan:

1.      Menunjukkan bahwa Efektifitas Kelompok Lebih Tinggi dibandinkan dengan sekedar penjumlahan individu.

2.      Begitu Juga efektifitas Organisasi adalah lebih tinggi dibandingkan dengan penjumlahan efektifitas kelompok.

3.      Hal ini menunjukkan bahwa prestasi organisasi lebih tinggi dibandingkan dengan penjumlahan prestasi bagian-bagian yang ada dalam organisasi.

 

Pendekatan Efektifitasè untuk dapat mencapai suatu target sasaran efektifitas organisasi memerlukan beberapa pendekatan yang akan berguna untuk memberikan jalur searah dalam mencapai tujuan organisasi. Pendekatan tersebut :

1.      Pendekatan Tujuan ð menetapkan suatu target yang akan dicapai oleh organisasi dan efektivitas ditentukan dengan mengukur tercapainya tujuan (target) tersebut.

2.      Pendekatan Teori Sistem ðTeori sistem ini menekankan pentingnya organisasi terhadap permintaan dari luar (external demand) sebagai kriteria untuk menentukan efektifitas. Bisa dilihat pada alur gambar  dibawah ini :

 

Input ———-à Proses ———-à Output ————-à  Lingkungan

 

 
6 Komentar

Ditulis oleh pada Mei 9, 2008 inci Tak Berkategori

 

RASIONALISME, EMPIRISME DALAM PENDEKATAN KEILMUAN


RASIONALISME, EMPIRISME  DALAM PENDEKATAN KEILMUAN

Oleh : Bayu Pramutoko,SE

 

RASIONALISME

 

            Kaum rasionalisme mulai dengan suatu pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dan idea yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk “mengetahui” idea tersebut namun manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari hasrat pengalaman. Idea tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dan kenyataan dasar, dan pikiran manusia, karena ia terlihat dalam kenyataan tersebut, pun akan mengandung idea pula. Jadi dalam pengertian inilah maka pikiran itu menalar. Kaum rasionalis berdalil, bahwa karena pikiran dapat memahami pninsip, maka prinsip itu harus “ada”; artinya, prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak “ada”, orang tidak mungkin akan dapat menggarnbarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu a-priori, atau pengalaman, dan karena itu prinsip tidak dikembangkan dan pengalaman: bahkan sebaliknya, pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dan prinsip tersebut.

            Plato memberikan gambaran klasik dan rasionalisme. Dalam sebuah dialog yang disebut Meno, dia berdalil, bahwa untuk mempelajani sesuatu, seseorang harus menemukan kebenaran yang sebelumnya belum diketahui. Tetapi, jika dia belum mengetahui kebenaran tersebut. bagaimana dia bisa mengenalinya? Plato menyatakan bahwa seseorang tidak dapat mengatakan apakah suatu pernyataan itu benar kecuali kalau dia. Sebelumnya sudah tahu bahwa itu benar. Kesimpulannya adalah bahwa manusia tidak mempelajari apa pun; ia hanya “teringat apa yang telah dia ketahui”. Semua prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum sebelumnya sudah ada dalam pikiran manusia. Pengalaman indera paling banyak hanya dapat merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah berada dalam pikiran.

            Teori pengetahuan Plato mi kemudian diintegrasikan dengan pendapatnya tentang hakekat kenyataan. Menurut Plato kenyataan dasar terdirt dan idea atau prinsip. Idea mi disebutnya bentuk. Keindahan, kebenaran, keadilan adalah salah satu dan bentuk yang berada secara mutlak dan tidak berubah kapan pun dan bagi siapa pun. Manusia dapat mengetahui bentuk-bentuk ini lewat proses intuisi rasional yakni suatu kegiatan yang khas dan pikiran manusia. Bukti bahwa bentuk ini ada di.. dasarkan pada kenyataan bahwa manusia dapat menggambarkannya. Jadi, Plato memandang pengetahuan sebagai suatu penemuan yang terjadi selama proses pemikiran rasional yang teratur.

            Geometri (ilmu ukur) adalah salah satu dan contoh favorit kaum rasionalis. Mereka berdalil bahwa aksioma dasar geometri (umpamanya, “sebuah garis lurus merupakan jarak yang terdekat antara dua titik”) adalah idea yang jelas dan tegas yang “baru kemudian” dapat diketahui oleh manusia. Dan aksioma dasar itu dapat dideduksikan sebuah sistem yang terdiri dan subaksioma-subaksioma. Hasilnya adalah sebuah jaringan pernyataan yang formal dan konsisten yang secara logis tersusun dalam batasbatas yang telah digariskan oleh suatu aksioma dasar yang sudah pasti.

            Rene Descartes, ahli matematika dan falsafah pada abad ketujuh belas, mengajukan argumentasi yang kuat untuk pendekatan rasional terhadap pengetahuan. Hidup dalam keadaan yang penuh pertentangan ideologis, Descartes mempunyai keinginan yang besar untuk mendasarkan keyakinannya pada sebuah landasan yang mempunyai kepastian yang mutlak. Untuk mencapai tujuan tersebut, dia melakukan pengujian. yang mendalam terhadap segenap apa yang diketahuinya. Dia memutuskan bahwa jika dia menemukan suatu alasan yang meragukail suatu kategori atau prinsip dan pengetahuan, maka kategori itu akan dikesampingkan. Dia hanya akan menerima sesuatu yang terhadapnya dia tak mempunyai keberatan apa-apa.

            Descartes menganggap bahwa pengetahuan memang dihasilkan oleh indera, tetapi karena dia mengakui bahwa indera itu bisa menyesatkan (seperti dalam mimpi atau khayalan), maka dia terpaksa mengambilkesimpulan bahwa data keinderaan tidak dapat diandalkan. Dia kemudian menguji kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Mahakuasa, tetapi di sini pun dia menemukan, bahwa dia dapat membayangkan Tuhan yang mungkin bisa menipu manusia. Dalam kesungguhannya mencari dasar yang mempunyai kepastian mutlak mi, Descartes meragukan adanya surga dan dunia, pikiran dan badani. Satu-satunya hal yang tak dapat dia ragukan adalah eksistensi dirinya sendiri; dia tidak meragukan lagi bahwa dia sedang ragu-ragu. Bahkan jika kemudian dia disesatkan dalam berpikir bahwa dia ada, dia berdalih bahwa penyesatan itu pun merupakan bukti bahwa ada seseorang yang sedang disesatkan. Batu karang kepastian Descartes mi diekspresikan dalarn bahasa Latin cogito, ergo sum (Saya berpikir, karena itu saya ada).

Diceriterakan bahwa ada seorang mahaguru yang sedang membicarakan masalah eksistensi. Mahasiswa-mahasiswanya diminta untuk membaca Descartes. Keesokan harinya datang kepadanya seorang mahasiswa yang bingung dan lesu dengan keluhan bahwa semalaman dia terus terjaga dalam usaha untuk memutuskan apakah dia itu ada atau tidak. “Katakan kepada saya, apakah saya ada?” Profesor itu, setelah menyimak pertanyaan itu balik bentanya, “Siapakah yang ingin tahu?”

            Dalam, usaha untuk menjelaskan mengapa kebenanan yang satu (Saya benpikir, maka saya ada) adalah beyiar, Descartes benkesimpulan bahwa dia merasa diyakinkan oleh kejelasar/dan ketegasan dan idea tersebut. Di atas dasar ini dia menalar bahwa sep’~ua kebenaran dapat kita kenal karena kejelasan dan ketegasan yang tii,yibul dalam pikiran kita: “Apa pun yang dapat digambarkan secara jelas dan tegas adalah benar.”

            Apa yang telah diungkapkan di atas adalah contoh-contoh bagaimana falsafah rasional mempercai bahwa pengetahuan yang dapat diandalkan bukanlah diturunkan dari dunia pengalaman melainkan dan dunia pikiran. (Dalam rasionalisme “pikiran” tidak sinonim dengan “otak”). Baik Plato maupun Descartes” keduanya menganggap bahwa pengetahuan yang benar sudah ada bensama kita dalam bentuk idea-idea, yang tidak kita peroleh (pelajari) melainkan merupakan bawaan. Kaum rasionalis kemudian mempertahankan pendapat bahwa dunia yang kita ketahui dengan metode intuisi rasional adalah dunia yang nyata. Kebenaran atau kesalahan tenletak dalam idea dan bukan pada benda-benda tersebut.

 

Kritik terhadap Rasionalisme

 

1.      Pengetahuan rasional dibentuk oleh idea yang tidak dapat dilihat maupun diraba. Eksistensi tentang idea yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan itu sendini belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang sama. Lebih jauh, terdapat perbedaan pendapat yang nyata di antara kaum rasionalis itti sendini mengenai kebenaran dasan yang menjadi landasan dalam menalan. Plato, St Augustine, dan Descartes masing-masing mengembangkan teori-teori rasional sendiri yang masing-masing berbeda.

2.      Banyak di antara manusia yang berpikiran jauh merasa bahwa mereka menemukan kesukaran yang besar dalam menerapkan konsep rasional kepada masalah kehidupan yang praktis. Kecenderungan terhadap abstraksi dan kecenderungan da-lam meragukan serta menyangkal syahnya pengalaman keinderaan telah dikritik orang habis-habisan. Kritikus yang terdidik biasanya mengeluh bahwa kaum rasionalis memperlakukan idea atau konsep seakan-akan mereka adalah benda yang obyektif. Menghilangkan nilai dan pengalaman keinderaan, menghilangkan pentingnya benda-benda fisik sebagai tumpuan, lalu menggantinya dengan serangkaian abstraksi yang samar-samar, dinilai mereka sebagai suatu metode yang sangat meragukan dalam rnernperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan.

3.      Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selarna mi. Banyak dan idea yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubah pada waktu yang lain. Pada suatu saat dalam sejarah, idea bahwa burni adalah pusat dan sistem matahari hampir diterima secara urnum sebagai suatu pernyataan yang pasti.

 

EMPIRISME

 

            Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu, paling tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan din kepada pengalaman manusia, dan meninggalkan cita-cita untuk mencari pengetahuan yang mutlak tersebut. Doktrin empirisme merupakan contoh dan tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa adalah tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita, terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk rneningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistern pengetahuan yang rnempunyai peluang yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat dijamin.

            Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita meng takan kepada dia bahwa ada seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menceriterakan bagairnana kita sampai pada kesimpulan itu. Jika kemudian kita terangkan bahwa kita melihat harimau itu dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman kita itu, namun dia hanya akan menerima hal tersebutjika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.

            Dua aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama adalah perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dan fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dan fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu haruslah memenuhi  persyaratan pengujian publik.

            Masalah yang rumit akan timbul bila persyaratan tentang suatu obyek atau kejadian ternyata tidak lagi terdapat untuk pengujian secara langsung. jika kita menyatakan hahwa George Washington memotong pohon Cherry ayahnya, kaum empiris harus diyakinkan sekurang-kurangnya dalam tiga hal: pertama, bahwa perkataan “George Washington” dan “pohon cherry” adalah termasuk benda-benda yang dapat dialami manusia; kedua, bahwa terdapat seseorang yang melihat kejadian itu secara langsung; dan ketiga, jika kaum empiris itu sendini ada di sana, dia sendiri harus menyaksikan kejadian tersebut.

            Aspek lain dan empinisme adalah prinsip keteraturan. Pengetahuan tentang alarn didasarkan pada persepsi mengenai cara yang teratur tentang tingkah laku sesuatu. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan melukiskan bagaimana sesuatu telah terjadi di masa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana tingkah laku benda-benda yang sama sekarang, maka dengan jalan mi kaum empiris merasa cukup beralan untuk membuat ramalan mengenai kemungkinan tingkah laku benda tersebut di masa depan.

            Di samping berpegang kepada keteraturan, kaum empinis mempergunakan pninsip keserupaan. Keserupaan berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka kita mempunyai cukup jaminan untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum tentang hal itu. jika kita mengetahui bahwa sebuah pisang adalah enak dan bergizi, kita ingin merasa yakin dengan alasan yang cukup, bahwa obyek yang lain yang bentuk dan rasanya seperti pisang, tidaklah mempunyai racun yang mematikan. Makin banyak pengalaman kita dengan benda-benda yang seperti pisang, maka makin banyak kita peroleh pengetahuan yang makin dapat diandalkan tentang pisang: apakah pisang itu dan apa artinya dalam pengalaman kita.

            Secara khusus, kaum empiris mendasarkan teori pengetahuannya kepada pengalaman yang ditangkap oleh pancaindera kita. John Locke, yang dipanggil sebagai bapak kaum empiris Inggris, mengajukan sebuah teori pengetahuan yang menguraikan dengan jelas sifat-sifat empirisme di atas. Locke berpendapat bahwa pikiran manusia pada saat lahir dianggap sebagai selembar kertas lilin yang licin (tabula rasa) di mana data yang ditangkap pancaindera lalu tergambar di situ. Makin lama makin banyak kesan pancaindera yang tergambar. Dan kombinasi dan perbandingan berbagaj pengalaman maka idea yang rumit dapat dihasilkan. Locke menghilangkan nilai dan pengalaman keinderaan, rnenghilangkan pentingnya benda-benda fisik sebagai tumpuan, lalu menggantinya dengan serangkaian abstraksi yang samar-samar, dinilai mereka sebagai suatu metode yang sangat meragukan dalam memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan.

 

Kritik terhadap Empirisme

 

1.      Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah yang disebut pengalaman? Sekali waktu dia hanya berarti rangsangan pancaindera. Lain kali dia muncul sebagai sebuah sensasi ditambah dengan penilaian. Sebagai sebuah konsep, ternyata pengalaman tidak berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif yang, sangat ditinggikan oleh kaum empiris. Kritikus kaum empiris menunjukkan bahwa fakta tak mempunyai apa pun yang bersifat pasti. Fakta itu sendiri tak menunjukkan hubungan di antara mereka terhadap pengamat yang netral. Jika dianalisis secara kritis maka “pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar untuk dijadikan dasar bagi sebuah teori pengetahuan yang sistematis.

2.      Sebuah teori yang sangat menitikberatkan pada persepsi pancaindera kiranya melupakan kenyataan bahwa pancaindera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Pancaindera kita sering menyesatkan di mana hal mi disadari oleh kaum empiris itu sendiri. Empirisme tidak mempunyai perlengkapan untuk membedakan antara khayalan dan fakta.

3.      Empirisme tak memberikan kita kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin, dalam pengertian di atas, sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya diragukan. Tanpa terus berjaga-jaga dan mempunyai urutan pengalaman indera yang tak terputus-putus, kita takkan pernah merasa yakin, bahwa mobil yang kita masukkan ke dalam garasi pada malam han adalah juga mobil yang sama yang kita kendarai pada pagi harinya.

 

KOMBINASI ANTARA RASIONALISME DAN EMPIRISME

 

            Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Memang terdapat beberapa alasan untuk mendukung penilaian yang populer in karena ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan, dan mempergunakan data inderawi. Walaupun begitu, analisis yang mendalam terliadap metode keilmuan akan menyingkapkan kenyataan, bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuwan dalam usahanya mencan pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara prosedur empiris dan rasional. Epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi, namun akan diusahakan di sini, untuk memberikan analisa filosofis yang singkat dan metode keilmuan, sebagai suatu teori pengetahuan yang terkemuka.

            Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan. Suatu rangkaian prosedur yang tertentu harus diikuti untuk mendapatkan jawaban yang tertentu dan pernyataan yang tertentu pula. Mungkin epistemologi dan metode keilmuan akan lebih mudah dibicarakan, jika kita mengarahkan perhatian kita kepada sebuah rumus yang mengatur langkah-langkah proses berpikir, yang diatur dalam suatu urutan tertentu. Kerangka dasar prosedur mi dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai berikut:

a.         Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah.

b.         Pengamatan dan .pengumpulan data yang relevan.

c.         Penyusunan atau klasifikasi data.

d.         Perumusan hipotesis.

e.         Deduksi dan hipotesis.

f.          Tes dan pengujian kebenaran (verifikasi) dan hipotesa.

 
Komentar Dinonaktifkan pada RASIONALISME, EMPIRISME DALAM PENDEKATAN KEILMUAN

Ditulis oleh pada Mei 6, 2008 inci Tak Berkategori