RSS

Artikel , Makalah , Jurnal PDF

DILEMATIS NU YANG TAK BERUJUNG

Oleh : Bayu Pramutoko, SE,MM

Jujur bisa dikatakan bahwa sebenarnya yang terjadi dalam Tubuh Nahdlatul Ulama adalah perasan dilematis yang tidak ada ujungnya. Melihat perkembangan dalam semua sector yang ada dalam Tubuh Organisasi Islam terbesar di Indonesia ini, adalah karena tidak dimilikinya sebuah kerangka yang jelas dalam bertindak, atau apa yang diprioritaskan. Pernyataan saya ini mungkin akan di tolak oleh beberapa komponen NU, namun membaca situasi sekarang, kondisi dilematis merupakan factor yang menyebabkan terombang-ambingnya sikap warga NU yang belakangan merupakan sasaran setiap gerakan yang menuju kearah kekuasaan dimanapun wilayahnya.

Semenjak Pelaksanaan pemilu menggunakan pilihan Langsung One man One Vote (satu orang satu suara ) saat Pemilu legislativehingga Pilihan Presiden 2 tahun yang lalu, posisi NU menjadi nilai tawar yang mahal bagi para Politisi, karena diharapkan akan mampu mendongkrak suara terbesar, namun kenyataannya tidak demikian, justru Politisi yang diberangkatkan dari NU, malah tidak bisa memanfaatkan secara maksimal. Akibatnya yang menang malah justru bukan dari kalangan NU sendiri.

Perpecahan kader-kader elit NU yang akhir-akhir ini menjadi perhatian banyak kalangan, semakin merusak citra basis kekuatan NU di akar rumput, kondisi ini memicu berbagai persepsi yang tidak menguntungkan. Ditambah PKB yang merupakan Corong aspirasi Politik warga NU sekarang menjadi papan nama belaka. Walaupun Menang dalam pengadilan namun efek yang ditimbulkan justru komponen terpenting PKB yaitu kalangan Kyai menjadi terbelahdua, yang pro Gus Dur dan Pro Koirul Anam.

Maka sebenarnya yang memiliki dampak kerugian terbesar adalah ketidak percayaan para pemilih loyal yang posisinya berada dilapisan bawah dengan kekuatan kyai NU yang dianutnya. Kondisi ini juga menciptakan spekulasi diantara warga NU sendiri yang enggan secara terang-terangan menyatakan sikapnya. Apalagi datapemilih yang sebenarnya tidak sesuai dengan Klaim para Pengurus NU yang katanya memiliki basis sampai kebawah, kenyataannya suara yang diperoleh tidak sebesar harapan. Ini artinya terjadi pergeseran keloyalitasan warga NU terhadap figure yang ditampilkan. Selain itu keengganan warga NU yang diharapkan sebagai modal dasar perolehansuara besar ternyata juga tidak terbukti.

Konflik yang terjadi di Kultural NU, Internal PKB dan Internal NU yang tidak terkendali, menyebabkan dampak psikologis besar pada warga NU yang sudah sekian lama mengharapkan keharmonisan di antara para Elit NU maupun PKB. Lahirnya PKNU sebagai partai alternative Kalangan Kyai berpengaruh, menambah porak porandanya basis kekuatan Jamiyah NU. Walaupun anggapan beberapa kalangan di Kyai Pondok Pesantren NU bahwa langkah yang diambil merupakan penyegaran, namun hal itu merupakan preseden buruk bagi perkembangan NU dimasa yang akan datang.

Sejak munculnya indikasi ketidak akuran antara Elit NU dan PKB beberapa tahun yang lalu serta sentiment politik yang berkembang hingga memicu pertikaian antar Kader PKB di Jawa Timur. Banyak kader-kader muda NU yang nota bene adalah anak-anak warga potensi dari NU yang beralih haluan dalam berpolitik, banyak yang sudah menjadi pengurus PKS, PDI,PD ataupun lainya. Arah pemikiran mereka yang tidak terakomodir oleh Elit NU maupun pengurus, menyebabkan mereka dari kelompok ini lebih memilih bermain diluar basis wilayah NU, potret-potret prilaku politik warga NU di struktural maupun kultural telah meyakinkan mereka, bahwa akan sulit untuk membuka ritme baru dan masuk dalam konstalasi politik internal yang marak dengan gesekan antar kader, yang kadang diluar etika. Potensi-potensi yang diharapkan mampu memperkuat sumberdaya manusia warga NU, pada akhirnya harus berpindah ke wilayah lain yang berada diluar basis NU, tetapi secara ideologi mereka tetaplah keturunan NU, namun mereka lebih eksis diluar basis NU. Sehingga mereka lebih mendapatkan pengakuan diri mereka dari luar wilayah politik warga NU, jumlah mereka tidak sedikit, dan ini berada pada kalangan warga NU yang lebih melek pendidikan, para orang tua membiarkan dengan bebas aspirasi politik anak-anak mereka dengan tidak menekankan harus masuk ke wilayah NU ansihc dan meninggalkan keyakinan orang tuanya beralih kearah netralitas wilayah berpikir mereka. Namun seringkali kondisi real seperti ini hanya disikapi pasif oleh para Elit structural dan kultural NU. Kelengahan yang berlarut-larut itu menjadi akibat kelemahan internal saat ini. Kebesaran klaim yang selama ini dipakai akan berakibat fatalsepuluh dua puluh tahun kedepan atau malah prediksi saya akan cepat.terbukti dengan program Kartu anggota NU yang tidak sukses dengan jumlah pendaftar yang jauh lebih sedikit dari perkiraan. Secara amaliah mereka melaksanakan ajaran-ajaran NU seperti Tahlil,sholawatan,rutinanlain yang kental dengan kebiasaan warga NU.Namun ketika mereka dilegitimasi sebagai anggota NU mereka dengan halus menolak. Kejadian ini bukan persoalan kesadaran berorganisasi, tetapi karena mereka sangat sadar dengan cara inilah mereka mengambil sikap demikian. Namun tetap saja hal ini tidak menjadikan surut para elit NU dalam mengklain bahwa warga NU tetap pada posisi pendukung setia.

Kekuatan basis kyai yang seharusnya mampu membetengi dan mengawal keberadaanorganisasi,lembaga dan Banom di semua tingkatan ternyata tidak sepenuhnya terlaksana, banyak putra-putri kyai dari kalangan pondok pesantren maupun Elit NU structural dan Kultural yang tidak pernah menjadi pengurus NU, Lembaga, maupun Banom. Namun ketika mereka mempunyai kepentingan, mereka memanfaatkan basis-basis organisasi ini sebagai kendaraan. Logikanya adalah proses kaderisasi yang seharusnya diawali dari bawah justru tidak dipergunakan dengan baik. Mereka para putra-putri keturunan kyai tersebut begitu muncul langsung terposisi sebagai Pembina atau ketua yang seharusnya dimiliki melalui proses kaderisasi yang teratur, sesuai dengan masa karier dan perjuangannya. Gayaini menyebabkan banyak kader yang sudah bertahun-tahun berjuang dan mengabdi merasa dibohongi dan dilecehkan. Pemahaman kuno yang sekarang masih dipakai tidak lagi laku dikalangan kader muda NU yang banyak dari kalangan di luar basis pondok pesantren. Dominasi kekuatan pondok pesantren dibeberapa daerah hanya sebatas pemanfaatan kepentingan politik sementara orang, sehingga ketidak siapan kader-kader NU yang seharusnya memiliki pengaruh kuat, malah justru tidak berdaya dengan memposisikan diri sebagai pengikut atau orang kedua, ini terjadi hampir didaerah yang memiliki basis warga NU terbesar, seperti di Jawa Timur. Kecenderungan dalam persaingan di kalangan internal NU sendiri menjadi tidak terelakan. Elit struktural dan kultural NU tidak menyatu dalam satu barisan, namun berhadapan satu sama lain dengan komunitas mereka sendiri. Dinamika ini malah semakin hari semakin marak dikalangan warga NU, Potret jamiyah yang selama ini identik dengan ketawadukan terhadap kyai menjadi komoditas politik yang sarat dengan kepentingan.

Fenomena ini terjadi kembali pada prakondisi Pilihan Gubernur di Jawa Timur, yang mengusung para kandidat Gubernur dan Wakil Gubernurdari kalangan Nahdliyin. PKB yang melekat dengan NU mengusung Ahmadi sebagai calon Gubernur sendiri yang wakilnya sampai saat ini belum jelas, sementara itu KH Ali Maschan Musa Ketua PWNU yang baru terpilih lagi di KONFERWIL NU di Probolinggo, menjadi Calon Wakil Gubernur bersama Soenaryo Calon Gubernur dari Golkar. Calon Gubernur Sorkarwo yang akrab dipanggil Pak de Karwo yang digadang-gadang akan bergandengan dengan KH Ali Maschan Musa ternyata malah menggandeng Saifuloh Yusuf ( Gus Ipul ) yang juga adalah ketua Umum PP GP ANSOR dan mantan Menteri Percepatan Pengembangan daerah Tertinggal sebagai calon Wakil Gubernur. Yang hebohnya lagi Gus Ipul panggilan akrabnya di usung oleh Partai Amanat Nasional yang menjadi partai komunitas warga Muhamadiyah. Bisa dibilang situasi jamiyah dari kalangan sruktural dan kultural NU dibuat pusing tujuh keliling. Kader-kader NU sampai jajaran ke Banom dan Lembaga terjadi dilema kebermihakan. Hal ini terjadi karena hampir semua kader di semua jajaran baik NU,Banom dan Lembaga, terposisi menjabat dibeberapa lembaga dan Banom, artinya satu orang kader bisa menjadi pengurus di beberapa lembaga juga di PKB. Kondisi semacam ini lumrah di NU yang merupakan organisasi Nirlaba.

NU yang memiliki basis besar dari akar rumput dan didukung oleh keberadaan para kyai, menjadi primadona dan sasaran utama para politisi yang ingin berkuasa, tokoh-tokoh NU yang memiliki reputasi bagus, menjadi perhatian utama untuk bisa meraup suara dalam proses pemilihan langsung one man one vote, sikap warga nahdliyin yang terkonstruksi sebagai santri dimana sikapnya harus tunduk pada dawuh kyai merupakan modal besar kalangan elit sturuktural maupun kultural NU memainkan ritme dalam moment proses pemilihan umum kepala daerah. Posisi sentral NU di tangan Kyai menjadi bias manakala organisasi ini harus bersikap tegas dalam aturan organisasi. NU yang didirikan oleh para Kyai dan berbasis pondok pesantren semakin kuat cengkeramanya terhadap organisasi NU yang memiliki anggota yang tidak semua dari kalangan santri. Situasi sulit terjadi manakala sikap independent NU itu memiliki dua pilihan yang sulit, sehingga terkotak-kotak menjadi kelompok kyai sungguhan dan sesungguhnya, (karena mereka sebenarnya adalah seorang kyai dalam terminologi NU,) namun karena terkontaminasi oleh kepentingan politik maka existensi mereka sebagai seorang kyai menjadi saling berhadapan antara kyai pendukung si A dan Kyai pendukung si B. Fatal, karena dengan posisi elit NU seperti ini,keutuhan jamiyah terporak poranda dengan aksi dukung mendukung.

Apakah ini akan tuntas dengan hanya kata ” islah ”. Menurut saya kok akan sulit, karena aksi dukung mendukung itu mahal taruhannya, islah dalam konteks pergaulan mungkin saja bisa, namun akan sulit kalau akan diajak duduk bersama satu meja. Contoh, ketika K.H. Hasyim Muzadi mencalonkan diri menjadi Cawapres bersama Megawati, Gus Dur sangat keberatan, hingga pada saat K.H. Hasyim Muzadi mencalonkan kembali menjadi ketua PB NU Gus Dur juga berkeinginan kembali lagi ke jajaran struktural NU sebagai Syuriah. Ada indikasi akan menghadang pencalonan K.H. Hasyim Muzadi. Dan ini terus berlanjut sampai pada resufle Saifulloh Yusuf dari kabinet Susilo Bambang Yudoyono sebagai buntut perpecahan di tubuh PKB. Dan kongres luar biasa di semarang. Rentetan perpecahan itu sampai hari ini ternyata juga belum tuntas. Dilema warga NU untuk berpihak pada siapa juga tidak menemukan jawaban, sehingga hari ini yang berbicara bukan lagi pada tataran spirit lagi namun pada subtansi kompensasi, apa yang mereka bisa berikan itulah yang menjadi jawaban dilema tiada ujung tersebut. Mereka tidak salah karena itu realitas yang terjadi. Walohualam bissowab.

Kediri, 20 Maret 2008

 

5 responses to “Artikel , Makalah , Jurnal PDF

  1. ANSOR KOTA KEDIRI

    Mei 2, 2008 at 5:33 pm

    Ya memang saat ini kami sedang mengalami dilematis yang berkepanjangan, akibat politik praktis, para kandidat pilgub yang dari unsur NU ada 4 orang. berarti tubuh NU terbelah jadi 4 bagian, 1. golongan Muda,2 golongan perempuan, 3.golongan tua, dan 4, golongan simpatisan.
    Sementara itu Partisipasi Politik terbelah 2 yaitu PKNU dan PKB. ???????

     
  2. Bayu

    Mei 6, 2009 at 2:19 pm

    OKE TIARA, Terima kasih atas semua uneg-uneg yang you keluarkan dengan spontanitas itu. Saya berusaha semaksimal mungkin memberi pengetahuan dan pendidikan pada anak didik saya. Salah satunya blog saya ini yang memberi kemudahan kepada para mahasiswa untuk belajar materi-materi yang saya berikan. Activitas saya selain di kampus, seabreg jumlahnya. dari semua tingkatan. tapi alhamdulilah dari aktivitas tersebut memberi banyak pengetahuan yang bisa saya tularkan kepada para mahasiswa saya. untuk yang lain-lainnya bukan wilayah saya untuk menjawab. terima kasih.

     
  3. pemuda kediri

    November 11, 2009 at 8:28 pm

    bagi situs pak bayu, tolong dikunjungi website pemuda kediri h**p://knpikediri.co.cc silahkan diganti ** dengan tt

     
  4. dian pepi kuswoyo

    Januari 8, 2011 at 11:33 am

    pak saya salah satu mahasiswa bapak a.n : dian pepy kelas A1.
    mau tanya bahan materi buat ujian UAS matakuliah PENGANTAR MIKRO (semester 1)
    apa saja pak ? mohon confirmasinya pak.

    TERIMA KASIH…

     
  5. echi

    Oktober 20, 2012 at 1:03 pm

    gimana sih , cara buat artikel dg ceepat dan menarik /..
    susah sekali memhami artikel yg baik ..
    judl nya pn belum dapat ditemukan sangat sullit ?
    pendapat kali

     

Tinggalkan komentar